Rocky Gerung dan Kaum Sofisme Yunani Kuno

Penulis : Said Mustafa Husin
Rocky Gerung memang bukan seorang artis. Tapi kunjungannya ke berbagai daerah selalu mendapat sambutan hangat. Kendati tidak seheboh kunjungan artis Hollywood, Matt Damon ke Indonesia. Kunjungan Rocky ke daerah selalu disambut kerumunan mahasiswa.
Pada era Yunani Kuno, Protagoras (490-420 SM) juga sering berkeliling Yunani. Ketika tiba di Athena, sofis pertama yang dikenal sebagai pendebat ulung di masa itu selalu disambut para pemuda. Ini tidak lain karena Protagoras senang berbagi ilmu dengan pemuda.
Rocky juga begitu. Saat berkunjung ke daerah, pria yang pernah menjadi dosen filsafat UI selama 15 tahun ini selalu memberikan kuliah umum di berbagai kampus. Seperti Protagoras, ternyata Rocky juga menginspirasi generasi muda.
Nama Rocky Gerung sebenarnya sudah dikenal lama dikalangan intelektual negeri ini. Namanya semakin mencuat ketika pria yang hoby mendaki gunung ini berhasil mencuri perhatian pemirsa televisi yang mengikuti program talkshow ILC di TVOne.
Di acara yang dipandu Karni Ilyas itu, Rocky memperlihatkan kehebatannya berbicara. Apalagi Rocky sangat menguasai retorika yakni ilmu berbicara yang pertama kali diperkenalkan kaum sofisme di era Yunani Kuno.
Saking hebatnya, hampir di setiap acara ILC, Rocky terlibat perdebatan “bertengking” dengan narasumber lainnya.  Pilihan diksi yang terkadang terkesan di luar akal sehat seperti “dungu” sudah menjadi kosa kata langganannya.
Di ILC, Rocky Gerung diperkenalkan sebagai pengamat politik. Rocky pun tidak pernah menampik itu. Herannya, hampir semua statemen yang dilontarkan Rocky tidak terkesan sebagai pandangan seorang pengamat politik.
Kritikan dan kecaman Rocky seperti membahasakan kalau dirinya sebagai pihak yang berseberangan dengan pemerintah. “Pengamat dan oposisi itu sama, mengkritik pemerintah,” alasan Rocky di sebuah stasiun televisi
Sekali waktu, pria yang sangat disiplin dalam menjaga hak-hak privacy ini melontarkan silogisme yang sangat menghebohkan. ” Bila fiksi mengaktifkan imajinasi maka kitab suci adalah fiksi”. Silogisme ini berbuntut panjang. Rocky dilaporkan ke polisi
Kasus ini membuat banyak dosen filsafat prihatin. Beberapa hari lalu, sejumlah dosen filsafat dari salah satu perguruan tinggi filsafat di negeri ini berkumpul. Mereka tidak ingin kasus Rocky ini diselesaikan di jalur hukum karena pernyataan Rocky itu pernyataan intelektual yang berada pada ranah akademis.
Kendati begitu, mereka juga tidak setuju dengan berbagai hal yang berpotensi merusak reputasi dan kebeningan filsafat. Pertemuan yang juga menghadirkan salah seorang saksi ahli dalam kasus Rocky itu, sengaja diberi tema menarik, “Menolak Pembusukan Filsafat”.
Untuk kasus Rocky ini, suara sumbang dan menyerang di tengah masyarakat juga ada. Banyak yang mempertanyakan sejauh mana pemahaman Rocky terhadap kitab suci. Mereka sangat tidak yakin Rocky memahami kitab suci, terserah kitab suci manapun juga.
Jika Rocky tidak memahami salah satu kitab suci tentu silogisme yang memuat kitab suci dalam premisnya itu perlu dipertanyakan. Kenapa Rocky harus memilih kitab suci sebagai premisnya. Pandangan ini tentu saja datang dari orang-orang yang memang ingin kasus Rocky diselesaikan di jalur hukum.

Kalau saja dalam kasus ini, Rocky Gerung dinyatakan bersalah, tentu sangat menyedihkan. Pria dengan popularitas yang tengah memuncak ini akan menerima hukuman dan kehilangan marwah. Ini juga pernah terjadi pada ahli debat Yunani Kuno, Protagoras.
Protagoras adalah salah seorang kaum sofisme terkemuka di masanya. Ia mengajar banyak pemuda di Athena. Ia juga sering mengunjungi polis lainnya. Ini disebabkan Protagoras bukan berasal dari Yunani. Ia berasal dari Abdera, di daerah Thrace di pantai utara Laut Aegea.
Dalam perjalanan hidupnya, selama 40 tahun waktunya dihabiskan untuk mengajar. Protagoras sangat dihormati. Selain mengajar, Ia juga dikenal sebagai orator dan pendebat ulung. Protagoras bersama kaum sofisme lainnya mengajarkan retorika atau seni berbicara kepada kaum muda Athena.
Athena kala itu baru menjalankan pemerintahan demokrasi. Protagoras dekat dengan penguasa Athena, Perikles. Ia diminta Perikles untuk menyusun naskah konstitusi. Sehingga kala itu, tak satupun akan menyangka nasib buruk menimpanya.
Di penghujung hidupnya, Protagoras mendapat tuduhan yang sulit dimaafkan. Pendebat ulung ini  dituduh melakukan kedurhakaan terhadap agama. Buku-buku Protagoras termasuk karyanya yang sangat terkenal Aletheia (Kebenaran) serta buku tentang agama dibakar di muka umum.
Konon, merasa cemas dengan amukan massa, Protagoras melarikan diri ke Sisilia. Di perjalanan perahu layar yang ditumpanginya tenggelam. Sampai kini tak satupun karya tulis Protagoras yang tersisa. Hanya beberapa fragmen pendek saja yang masih tersimpan.
Kendati begitu, filsafat Protagoras masih dapat diketahui karena pemikirannya sering dibahas kaum sofis lainnya dan filsuf selanjutnya. Plato juga sebagai sumber utama pemikiran Protagoras khususnya kedua dialognya yang berjudul Theaitetos dan Protagoras.
Kaum sofisme Yunani Kuno adalah kelompok filsuf yang hidup sezaman dengan Sokrates. Namun demikian mereka disebut sebagai filsuf akhir pra Sokratik. Kaum sofis ini tidak memiliki mazhab sendiri karena mereka tidak memiliki ajaran bersama.
Ada banyak tokoh terkemuka kaum sofisme. Namun sedikit saja yang ditemukan fragmen tulisannya. Hanya Protagoras, Gorgias,Prodikos, Hipias dan Antiphon yang fragmen tulisannya masih tersimpan sampai kini sehingga pemikirannya dapat diketahui.
Sebenarnya dalam sejarah filsafat kaum sofisme ini sering dipandang secara negatif. Pasalnya dalam perdebatan mereka sering menghalalkan segala cara untuk membela argumentasinya termasuk keberanian berbohong. Socrates juga menjuluki kaum sofisme sebagai filsuf amoral. Kendati begitu, mereka terkenal sangat piawai dalam berdebat.
Melihat kepiawaian Rocky dalam berdebat, banyak intelektual dan para elit yang menuding Rocky sebagai kaum sofis masa kini.  Tapi Rocky menolak tudingan itu. Dari tayangan youtube, Rocky Gerung dalam sebuah pertemuan menyangkal keras karena dirinya diidentikkan dengan kaum sofis. Sekalipun mahir berdebat, Rocky tetap tidak mau dikelompokkan ke dalam kaum sofis.
“Kaum sofis itu orang yang dekat dengan pemerintah. Saya tidak. Masak intelektual tidak tahu itu,” kata Rocky membela diri diiringi ketawa kecil yang humoris. Mungkin gaya humoris seperti itu juga pernah dimiliki Protagoras di masa lalu, entahlah.
Said Mustafa Husin adalah Pemimpin Redaksi KuansingKita, penulis Kompasiana, pemerhati wacana dan kebijakan sosial, pencinta filsafat, environmental activist
Tulisan ini telah dimuat di Kompasiana Februari 2019

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...