SALAM REDAKSI – Sampai saat ini kebakaran hutan dan lahan masih terus berlangsung di bumi Riau. Di Parit Syahril Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Selasa malam, hutan dan lahan menyala lagi.
Dulu, di Kabupaten yang sama, pernah terjadi kebakaran lahan yang melibatkan korporasi yang bergerak di sektor industri kelapa sawit yaitu PT API (Adei Plantation and Industri)
Polda Riau telah menetapkan anak perusahaan grup Kuala Lumpur Kepong (KLK) ini sebagai tersangka. Tapi ini bukan membuat mereka jerah, Sabtu (7/9/2019) lalu, lahan PT API ini terbakar lagi.
Di negeri kita, Kuantan Singingi, beberapa hari lalu juga terjadi kebakaran lahan di kawasan Bukit Batabuh. Titik kebakaran tepatnya di kawasan menuju Air Terjun Guruh Gemurai.
Tiga armada dan belasan petugas pemadaman diturunkan Damkar Kuansing untuk memadamkan api. Sekalipun api kini telah padam tapi asapnya tentu masih mengapung di udara.
Sejak kemarau panjang ini, setiap hari banyak sekali titik panas yang terpantau satelit NOAA di bumi Riau. Sehingga tidak heran bumi melayu ini dikepung jerebu.
Gubernur Riau Syamsuar selalu menjadi sasaran umpatan warga. Gubernur yang baru dilantik beberapa bula lalu ini dinilai tidak mampu mengatasi asap merayap yang membuat udara pengap.
Kadang-kadang kita lupa berpikir bahwa kebakaran hutan dan lahan ini selalu terjadi pada musim kemarau panjang. Artinya peristiwa kebakaran ini tidak terlepas dari sebuah peristiwa alam.
Hutan yang kering sangat mudah terbakar. Ini sama saja dengan kita mengumpat gubernur ketika banjir di musim hujan. Hujan yang tak reda membuat air sungai meluap lalu merendam pemukiman warga.
Nah, dimana gubernur dalam peristiwa alam ini. Peristiwa banjir, kebakaran hutan dan lahan, tentulah tidak berdiri sendiri. Peristiwa ini terjadi didukung oleh peristiwa alam lainnya.
Kendati begitu, Syamsuar sebagai Gubernur Riau, tentu tidak pula boleh berlepas tangan. Warga yang sudah sesak bernafas karena dikepung jerebu, ini tentu menjadi tanggung jawab gubernur.
Apalagi kabut asap bisa menyebabkan gangguan kesehatan seprti ISPA. Sementara ISPA tidak lagi masuk dalam daftar gangguan kesehatan yang ditanggulangi BPJS.
Langkah gubernur yang ditunggu masyarakat tentulah sikap tegasnya mendesak pemerintah pusat untuk melakukan pemadaman hutan dan lahan yang terbakar secepatnya.
Selain itu, gubernur juga diminta mampu mendesak pemerintah pusat meminimalisir titik kebakaran dengan meningkatkan strategi pengawasan dan pengamanan.
Tampaknya ini yang tidak terlihat sehingga umpatan masyarakat terus saja mengalir. Buktinya kebakaran hutan dan lahan masih terus terjadi di tanah yang menjadi pusat adab dari segala melayu di bumi ini.
Setiap hari jerebu kian menggebu, asap merayap menyiksa warga seperti azab. Inilah bumi Riau, bumi anak melayu yang kian layu.
Entah sampai kapan kita disuruh menunggu. Mungkinkah sampai semua kita tidak lagi punya paru-paru. Jerebu segeralah berlalu.***