TELUKKUANTAN (KuansingKita) – Eksistensi Penghulu Adat kini mulai diakui dalam proses penegakan hukum. Selama ini, KUHP tidak mengenal pidana adat. Namun ke depan, hukum pidana adat akan diakui sebagai salah satu sumber hukum negara sehingga bisa menjadi sumber hukum positif.
Sebenarnya di beberapa daerah termasuk di Kuantan Singingi, pidana adat masih sering diberlakukan untuk berbagai pelanggaran etika ataupun pidana. Misalnya perkelahian anatara Kemenakan dengan Penghulu. Perbuatan ini ada sanksi denda yang diatur dalam hukum adat
Hanya saja, selama ini hukum pidana adat ini belum diakui sebagai salah satu sumber hukum negara atau belum menjadi sumber hukum positif. Sehingga ketika kasus ini disidangkan di pengadilan negeri, tidak ada sanksi yang dijatuhkan seperti yang diatur dalam hukum pidana adat.
Begitu juga dengan pelanggaran etika yang tidak termasuk perbuatan pidana yang diatur dalam KUHP. Selama ini, kasus pelanggaran etika ini tidak bisa diproses secara hukum formil. Nah, ke depan kasus pelanggaran etika akan diatur dalam Pasal 597 KUHP
Dalam Pasal 597 ayat (1) disebutkan tentang delik pidana adat. (1) Setiap Orang, yang melakukan perbuatan yang menurut hukum yang hidup dalam masyarakat dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang, diancam dengan pidana
Kendati masih berupa draft, namun hukum pidana adat yang dimuat dalam RUU KUHP ini tengah dibahas di DPR RI. Jika RUU KUHP ini disetujui DPR RI maka sanksi adat bisa dijatuhkan dan masuk kategori Pidana Tambahan
Hal yang cukup menggembirakan, dalam draft RUU KUHP juga disebutkan bahwa pelaku kejahatan korporasi (perusahaan) juga bisa dikenakan pidana pemenuhan kewajiban adat sebagaiman diatur dalam hukum yang diberlakukan masyarakat adat setempat
Menanggapi kebijakan pemerintah ini, Orang Godang V Koto Ditongah, Datuk Bisai, Dr Edyanus Herman Halim memberikan respon positif. Ia sangat mengapresiasi dimuatnya hukum pidana adat dalam RUU KUHP. Apalagi untuk hal yang dilarang oleh adat bisa diancam pidana
Menurut Datuk Bisai, kebijakan ini mencerminkan bahwa pemeritah telah mulai memberi ruang kepada pemangku adat sehingga pemerintah mengakui eksistensi hukum pidana adat yang telah lahir jauh sebelum kemerdekaan
Kendati begitu, Datuk Bisai juga meminta pemerintah tidak setengah hati. Ke depan kata Datuk Bisai untuk perbuatan pidana yang bisa diselesaikan secara adat harus dikembalikan kepada penghulu adat untuk menyelsaikannya sesuai kebijakan restorative
“ Kami selaku Penghulu Adat sangat mengapresiasi kebijakan pemerintah ini,” tutup Datuk Bisai, Dr Edyanus Herman Halim (smh)