Salam Redaksi
Pembaca yang budiman, ada dua kata asing yang akan kita usung pagi ini yakni Invasi dan Intervensi. Dua kata ini memiliki makna yang mirip tapi tentu saja sangat berbeda.
Invasi adalah sebuah tindakan yang masuk ke dalam wilayah orang lain dengan maksud menguasai wilayah itu. Invasi biasanya dilakukan militer dalam sebuah peperangan.
Sedangkan intervensi adalah campur tangan atau kata lain mencampuri urusan orang lain yang bukan menjadi urusannya. Intervensi bisa dilakukan dari dalam dan bisa pula dari luar.
Intervensi ini bisa pula dilakukan dengan cara membujuk, mendekati, lalu mencampuri urusan orang yang bukan urusannya.
Tapi tidak jarang pula intervensi dilakukan dengan cara mengintimidasi. Artinya pihak yang melakukan intervensi itu melontarkan ancaman.
Misalnya jika kehendak yang melakukan intervensi itu tidak diturutkan dalam sebuah keputusan yang bukan menjadi kewenangannya maka ada ancaman yang disampaikan.
Beberapa hari lalu, di sebuah media cetak, DPRD Kuansing seakan melontarkan ancaman kepada Bupati Mursini.
Jika Mursini tidak merekrut kembali 2.949 pegawai honor yang dirumahkan maka alokasi dana untuk tenaga honorer dalam RAPBD 2017 akan dicoret.
Kalau disimak secara sepintas DPRD sepertinya telah melakukan intervensi melalui sebuah ancaman yakni mencoret alokasi dana untuk pegawai honor.
DPRD sepertinya telah masuk ke dalam wilayah kewenangan eksekutif. Pasalnya kebijakan terkait pegawai itu sepenuhnya kewenangan bupati selaku eksekutif.
Kalau saja DPRD melontarkan ancaman itu dengan maksud ingin menguasai berbagai kebijakan dalam wilayah eksekutif layak pula ini disebut invasi.
Apalagi kalau antara legislative dan eksekutif tengah berada di ruang konflik.
Namun demikian, kalau disimak lebih dalam lagi, maksud Ketua DPRD Andi Putra tentulah tidak demikian adanya.
Andi Putra bukan melakukan intervensi tapi Andi lebih terkesan memikirkan nasib pegawai yang berpeluang untuk diangkat menjadi PNS.
Sebagai wakil rakyat Andi Putra wajar saja mendesak seperti itu. Pasalnya Bupati Mursini tidak menunjukkan kesiapannya dalam mengantisipasi hasil revisi UU ASN.
Buktinya pegawai yang sudah bekerja 3 tahun lebih, sampai saat ini belum juga diperpanjang kontraknya. Padahal kontrak itu tetap saja akan dimulai per 1 Januari 2017.
Kalau saja Bupati Mursini memperpanjang kontrak itu per April atau Mei nanti berarti masa tugas pegawai honor itu terputus.
Ini resikonya sangat buruk. Peluang mereka untuk diangkat menjadi PNS akan pupus dan sirna. Maka dipastikan akan muncul gejolak.
Tampaknya inilah yang diresahkan Ketua DPRD Andi Putra. Karena itu Andi mengatakan perpanjang dulu kontrak mereka sekalipun APBD belum disahkan.
Andi Putra lebih terkesan memikirkan nasib pegawai honor yang berpeluang untuk diangkat menjadi PNS. Apalagi peluang itu kini tengah di depan mata.
Kalau saja karena kelalaian bupati peluang mereka untuk diangkkat menadi PNS hilang, dipastikan akan muncul gejolak. Sepertinya inilah yang tengah diresahkan Ketua DPRD Andi Putra.***