SALAM REDAKSI – “Bupati Mursini Kalau Tidak Mampu Sebaiknya Mundur Saja”. Mungkin pesan ini yang paling tepat disampaikan kepada Bupati Kuantan Singingi Drs H.Mursini, MSi bila saja hal yang menjadi tuntutan PNS bidang kesehatan yang bertugas di Puskesmas sangat benar dan pantas didukung.
Pesan seperti itu perlu disampaikan kepada Bupati Mursini karena tuntutan PNS yang bertugas di Puskesmas itu terkait dengan kebijakan Bupati Mursini dalam penentapan tunjangan penambahan penghasilan (TPP). Sementara penetapan TPP yang diatur dalam Perbup nomor 12 tahun 2019 itu baru saja beberapa hari lalu ditandatangani orang nomor satu di Kuansing ini.
Kalaulah kebijakan bupati yang terkait dengan TPP itu tidak terkesan keliru atau “menyakiti hati” ( mengutip GoRiau) tentu PNS yang bertugas di Puskesmas tidak akan memberikan reaksi. Kini selebaran yang berisi beberapa point tuntutan mereka sudah menyebar. Tuntutan itu akan disampaikan dalam aksi unjuk rasa yang direncanakan Senin mendatang.
Memang kalau urusan hitung-hitungan “kepeng” semua orang jadi sensitif. Bukan saja kepada teman se-level, kepada atasan banyak yang berani melawan. Kata banyak orang, begitulah “setan” yang bersembunyi di dalam uang, selalu membakar emosi dan menyulut kemarahan. Bahkan “setan” di dalam uang sanggup menghasut anak membunuh orang tuanya.
Tapi maaf, ini bukan perkara “setan”. Tuntutan PNS yang bertugas di Puskesmas itu perkara “hak” berdasarkan regulasi. PNS di Puskesmas merasa “hak” mereka dikebiri. Tunjangan mereka yang seharusnya naik dengan penerapan sistem single salary, justru jadi turun. Sementara tunjangan PNS lainnya malah naik bekali-kali lipat. Sehingga mereka merasa ada diskriminasi.
Kalau menyimak komentar Ketua Komisi A, DPRD Kuansing, Musliadi di RiauGreen, kesalahan ini tidak semata berada di tangan Bupati Mursini, kesalahan ini lebih tepat di arahkan kepada Sekda Dianto Mampanini yang tidak transparan. Tapi bagi PNS yang bertugas di Puskesmas, tentu bukanlah ingin mencari siapa yang salah. Itu tidak terlalu penting. Apakah itu salah bupati atau itu salah Sekda, tentu bukan itu yang mereka cari.
PNS Puskesmas itu dipastikan tengah menuntut “hak” mereka yang telah dikebiri, menunutut nilai tunjangan mereka yang telah dipotong. Setidaknya mereka menuntut harapan yang terlanjur dimimpikan, harapan itu terbukti tidak sesuai dengan kenyataan. Inilah yang membuat mereka kecewa.
Kenapa tidak kecewa. Sistem single salary yang digembar-gemborkan akan menambah nilai tunjangan sudah menjadi mimpi indah bagi para PNS. Kenyataannya bukanlah begitu. Bagi PNS di Puskesmas. TPP berubah menjadi malapetaka. Begitu TPP diterapkan, nilai tunjangan mereka malah jadi turun.
Nah, kenapa itu terjadi. Dimana letak kesalahannya. Mungkinkah Perbup itu disusun asal-asalan. Mungkinkah nilai tunjangan dalam Perbup itu ditetapkan beradasar kebencian atau kedekatan. Mungkinkah klasifikasi jabatan ditetapkan tanpa penilaian. Apakah benar ada diskriminasi. Inilah yang perlu dijelaskan.
Sebenarnya semua masalah ini muncul karena perbup yang ditandatangani itu belum matang secara proses dan tidak dibahas secara transparan. Padahal ini menyangkut nasib PNS dalam angka-angka. Sekalipun hampir semua media menulis bahwa bupati telah mensosialisasikan Perbup 12 tahun 2019 kepada “seluruh PNS” ternyata bukan. Ini bukti Perbup itu kurang sosialisasi.
Jika PNS Puskesmas itu nanti berunjuk rasa, itu satu hal yang wajar, itu hak mereka yang dibenarkan peraturan perundang-undangan. Dan lagi itu kesempatan pula bagi bupati dan sekda untuk menjelaskan secara rinci kenapa tunjangan mereka justertu turun disaat PNS lain tunjangannya naik berkali-kali lipat. Kalau memang memangkas tunjangan mereka berdasarkan regulasi, jelaskan secara rinci.
Apalagi, seperti dikutip GoRiau, Assisten I Muhjelan menyebutkan selama ini belum dilakukan pengukuran. Sekarang sudah dilakukan pengukuran dan ini sudah ideal dan paling mendekati kebenaran. Jelaskan nanti semua ini secara rinci kepada PNS Puskesmas yang berunjuk rasa.
Dan lagi, bupati jangan pula sampai berangkat ke luar kota begitu pula sekda. Jelaskan kepada mereka tentang regulasi yang menjadi dasar penetapan tunjangan mereka, kalau tidak sesuai regulasi, kembalikan “hak” mereka. Jika tidak, dipastikan media sosial akan dipenuhi pesan bernada sinis “Bupati Mursini Kalau Tidak Mampu Sebaiknya Mundur Saja “(Said Mustafa Husin)