SALAM REDAKSI – Desember 2018 lalu Kementrian Pariwisata RI menerbitkan SK nomor KM 162/HM.304/MP/2018. SK itu berisi penetapan objek wisata yang masuk dalam 100 wonderful event di Indonesia.
Di Riau memang ada 3 objek wisata yang masuk dalam 100 wonderful event di Indonesia. Ketiga objek wisata itu, Bakar Tongkang di Rokan Hilir, Berselancar Bono di Pelalawan dan Tour de Siak di Kabupaten Siak.
Lantas pacu jalur ??. Itulah, pacu jalur yang menjadi kebanggaan masyarakat Kuansing justeru tidak termasuk dalam 100 wonderful event Indonesia. Masyarakat Kuansing geram, marah, syukurlah tidak dilampiaskan secara anarkis.
Kemarahan masyarakat Kuansing ini bukan karena pacu jalur sebagai atraksi budaya yang paling besar pengunjungnya, tapi anugerah nasional yang diterima budaya pacu jalur dalam API 2017 seakan tak berarti sama sekali.
Pada API 2017 itu, pacu jalur dinobatkan sebagai festival budaya terpopuler di Indonesia. Selang setahun saja, dalam penilaian 100 wonderful event di Indonesia 2018, pacu jalur tidak lagi meraih prediket apapun.
Ketika ditanyakan kepada Kadis Pariwisata, Indra Suwandi tentang alasan budaya pacu jalur tidak masuk dalam 100 wonderful event di Indonesia, Ia mengatakan atraksi budaya pacu jalur belum memiliki kunjungan turis mancanegara.
Kendati begitu, suara sumbang di tengah masyarakat terdengar semakin santer. Mereka mulai menyalahkan Kadis Pariwisata Indra Suwandi dan Sekda Dianto Mampanini. Dua nama ini memang bersahabat karib. Lantas keduanya pun berangkat ke Jakarta.
Tidak tau pasti kemana tujuan mereka ke Jakarta, mungkin saja ke Kementrian Pariwisata. Tapi yang paling mengejutkan foto keduanya tiba-tiba tampil di laman facebook Dianto Mampanini. Mereka tengah berbincang dengan personil Band Krakatau.
Dalam status facebook, Dianto menyebutkan akan memboyong Band Krakatau ke Kuansing pada acara pacu jalur nanti. Inilah yang disebut lain penyakit lain obatnya. Budaya pacu jalur tidak masuk dalam 100 wonderful event karena tidak ada kunjungan turis mancanegara. Seharusnya Sekda Dianto mencari akal agar pacu jalur dikunjungi turis mancanegara.
Ya setidaknya, mereka mengunjungi travel atau biro pariwisata di Pulau Jawa atau Bali yang biasa mengelola perjalanan wisata turis mancanegara. Bukan berfoto ria dengan personil band lokal. Budaya pacu jalur terdegradasi karena tidak ada turis mancanegara. Itulah masalah yang seharusnya lebih dulu diselesaikan. Tapi mau bagaimana lagi, lain penyakit lain obatnya.
Selang beberapa pekan setelah Indra Suwandi dan Sekda Dianto ke Jakarta, berangkatlah Bupati Mursini dengan seabreg rombongan ke Jakarta. Negeri Kuansing dibiarkan kosong tanpa bupati, tanpa wakil bupati dan tanpa sekda. Mereka berduyun-duyun pergi ekspose pariwisata pacu jalur ke Kementrian Pariwisata.
Ini tentulah langkah siasat Sekda Dianto dan Kadis Indra, sekedar untuk menutupi kegagalan mereka dalam mengantarkan budaya pacu jalur sebagai salah satu dari 100 wonderful event di Indonesia. Lalu dipostinglah foto-foto mereka di Kementrian Pariwisata biar rakyat Kuansing tau mereka peduli dengan budaya pacu jalur.
Sehari sebelum ekspose di Kementrian itulah, Sungai Petapahan dilanda banjir bandang. Puluhan rumah hanyut terseret arus. Warga mengungsi karena rumah kediamannya terendam banjir. Hebatnya tidak satupun dari mereka yang merasa trenyuh untuk kembali melihat rakyatnya yang tengah dilanda musibah. Luar biasa.
Kalau memang ekspose itu mengharuskan kehadiran bupati Mursini, tentu wakil bupati ataupun sekda bisa saja pulang lebih awal. Tapi tidak satupun yang kembali ke Kuansing lebih dulu, tidak satupun yang ikut tergugah hatinya di saat rakyat dilanda musibah. Mereka tetap bertahan di Jakarta karena ingin disebut sangat peduli dengan budaya pacu jalur. Ya..mereka memang orang-orang yang peduli. (Said Mustafa Husin)