Hati-hati Tangkap Satwa Liar di Hutan Bisa Terjerat Kasus Pidana

TELUKKUANTAN (KuansingKita) – Masyarakat Kuansing yang biasa menangkap satwa liar di hutan perlu meningkatkan pemahamannya tentang jenis-jenis satwa yang dilindungi. Jika abai dengan hal ini maka besar kemungkinan akan terjerat dengan kasus pidana.
Apalagi kini, Kejaksaan Negeri Kuansing berkerjsama dengan WWF (World Wildlife Fund) telah melaunching program Jaksa Peduli Satwa. Salah satu dari tujuan program ini menuntut hukuman maksimal kepada pelaku kejahatan perburuan ataupun perdagangan satwa dilindungi
Kepala Kejaksaan Negeri Kuansing, Hadiman SH,MH menyebutkan ada dua kasus perburuan satwa dilindungi yang telah dijatuhkan vonis di Kuansing.  Dua kasus ini masing-masing mencabut bulu dan paruh burung enggang serta menjerat harimau. Kedua kasus ini dituntut dengan hukuman maksimal agar  bisa memberikan efek jera kepada pelaku.
“ Kami akan menuntut dengan hukuman maksimal untuk pelaku perburuan dan perdagangan satwa dilindungi. Ini bertujuan untuk memberikan efek jera,”kata Hadiman dalam sambutannya pada acara launching Program Jaksa Peduli Satwa di halaman Kejaksaan Negeri Kuansing, Senin (10/2/2020) siang tadi.
Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Dr Mia Amiyati, SH,MH yang ikut hadir dalam acara itu sangat mengapresiasi program Jaksa Peduli Satwa. Ia mengatakan banyak kasus perburuan dan perdagangan satwa dilindungi yang terjadi di wilayah Riau. Selain di Kuansing, kasus ini juga terjadi di Kota Dumai. Menurut Dr Mia Amiyati dari seluruh kasus, pelaku dituntut dengan hukuman maksimal untuk memberikan efek jera.
Kendati begitu, dari pengamatan KuansingKita, program Jaksa Peduli Satwa tentu perlu pula melakukan langkah kongkrit berupa upaya sosialisasi kepada masyarakat tentang jenis satwa yang dilindungi sebagaimana diatur dalam Permen LHK nomr 92 tahun 2018. Pasalnya ada beberapa kearifan lokal Kuansing yang bertabrakan dengan Permen LHK 92 tahun 2018.

Misalnya, dalam Permen LHK 92 tahun 2018 Tragulus kanchil (kancil) dan Tragulus Napu (Napuh) termasuk satwa yang dilindungi. Sementara masyarakat Kuansing sejak zaman dulu sudah terbiasa berburu kedua jenis binatang ini, baik dengan cara menjerat maupun menggunakan senjata tajam. Jika ini tidak disosialisasikan maka besar kemungkinan masyarakat yang berburu kancil dan napuh akan terjerat ancaman pidana.
Bahkan Bupati Mursini juga sempat bertanya tentang jenis-jenis burung yang dilindungi. Namun pihak WWF tak bisa merincikan. Nurkholis Fadli dari WWF hanya menyarankan untuk berpedoman pada Permen LHK nomor 20 tahun 2018. Jawaban ini tentu sangat disayangkan karena jenis satwa yang dlindungi kini tidak lagi diatur lewat Permen LHK nomor 20 tahun 2018 tapi diatur lewat Permen LHK nomor 92 tahun 2018.
Banyak sekali jenis burung yang dilindungi dalam Permen LHK nomor 20 tahun 2018 kini tidak lagi masuk dalam daftar satwa dilindungi dalam Permen LHK nomor 92 tahun 2018 seperti cucak rawa dan jenis burung murai lainnya. Inilah yang perlu disosialisasikan kepada masyarakat sehingga masyarakat faham dengan satwa yang dilindungi terutama satwa yang ada di Kuansing.
Menyikapi upaya sosialisasi ini, Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Dr Mia Amiyati keika diwawancarai selepas acara mengatakan semua ini akan diserahkan kepada camat dan kepala desa. Alasannya kejaksaan tidak punya banyak waktu untuk mensosialisasikan jenis-jenis satwa yang dilindungi. Sosialisasi akan lebih efektif menggunakan jalur camat dan kepala desa.
“ Itulah makanya dalam acara ini juga diundang camat dan kades,” kata wanita yang dilantik sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Riau pada pertengahan Desember 2019 lalu.
Semoga saja, apa yang dikhawatirkan seperti kebijakan yang memakan korban masyarakat yang tidak faham bisa dihindarkan lewat upaya sosialisasi. Apalagi selama ini, masyarakat hanya mengenal jenis satwa dilindungi seperti harimau, gajah, buaya dan binatang buas lainnya. Padahal kancil dan napuh dalam Permen LHK 92 tahun 2018 juga termasuk binatang yang dilindungi.
Tentu akan sangat disayangkan kalau sampai masyarakat berada dibalik jeruji penjara hanya karena berburu kancil dan napuh. Sementara berburu kancil dan napuh merupakan kearifan lokal yang sudah dikenal masyakat Kuansing sejak zaman dulu. Karena itu sangat diharapkan program Jaksa Peduli Satwa tidak hanya bertumpu pada proses penegakan hukum semata tapi harus pula mengiringinya dengan upaya sosialisasi agar hukum tidak sampai mencincang masyarakat yang tidak faham. (kkc)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...