“ Hakim Pengadilan Negeri Telukkuantan menjatuhkan vonis 15 tahun penjara kepada Pebry Triandy alias Ebe Bin Irpan Mulyadi, terdakwa kasus pembunuhan mantan aktivis WWF di Cerenti. Namun isteri korban kurang puas. Ia ingin nyawa dibayar nyawa “
Kepala Pebry Triandy, 21 tahun, tertunduk lesu saat hakim Pengadilan Negeri Telukkuantan membacakan amar putusan dalam sidang kasus pembunuhan mantan aktivis WWF, Senin (24/3/2024). Sidang ini dipimpin hakim ketua Agung Irawan, SH MH dan hakim anggota Faiq Irfan Rofii SH serta Samuel Febrianto Marpaung SH
Dirangkum dari berbagai sumber, saat itu di pengadilan juga hadir isteri korban Maida Herlina. Begitulah, ketika hakim menjatuhkan vonis 15 tahun penjara kepada terdakwa, rasa kecewa menyelimuti keluarga korban. Isteri korban, Maida Herlina, langsung berlinangan air mata. Vonis 15 tahun itu dinilainya tidak sebanding dengan derita yang dialaminya setelah kehilangan tulang punggung keluarga
“ Vonis penjara 15 tahun tidak seberapa dibandingkan derita yang kami rasakan, suami dan ayah anak-anak saya mati dibunuh sia-sia, kami merasa kehilangan tulang punggung keluarga. Kalau boleh nyawa harus dibalas nyawa”, ucap Maida Herlina, istri korban, sambil berlinangan air mata.
Kasus pembunuhan yang merenggut nyawa Arsyad Bin A Rachim (41) ini terjadi di kawasan Pematang Sialang, Dusun 3 Desa Kompe Berangin, Kecamatan Cerenti, Kabupaten Kuantan Singingi, Selasa 4 Juli 2023 lalu. Sejak awal penyidik kepolisian sudah menjerat pelaku dengan Pasal 338 juncto Pasal 340 KUHPidana atau pasal pembunuhan berencana
Bahkan sebelumnya, Refla Okmanta, SH MH selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Terdakwa dengan pasal berlapis. Dakwaan primer Pasal 340 KUHPidana, subsider Pasal 338 KUHPidana atau Pasal 351 ayat (3) KUHPidana dengan tuntutan 18 tahun penjara. Tuntutan JPU ini dibacakan dalam persidangan Kamis, 15 Februari 2024.
Dalam tuntutannya, JPU memuat hal-hal yang memberatkan terdakwa. JPU berpandangan tidak ada hal-hal yang meringankan terdakwa karena dalam rentang waktu yang panjang itu tidak ada permintaan maaf dan upaya perdamaian antara terdakwa dan keluarga korban
Namun hakim berpandangan lain. Majelis hakim melihat hal yang meringankan terdakwa seperti berterus terang atas perbuatannya dan belum pernah dihukum. Hal yang memberatkan, perbuatan Terdakwa telah meresahkan masyarakat dan tergolong sadis telah merampas nyawa orang lain.
Putusan hakim 15 tahun penjara, memang lebih ringan dari tuntutan JPU 18 tahun penjara. Bisa jadi, karena itu pula Terdakwa Pebry Triandy setelah berkonsultasi dengan penasehat hukumnya Muskarbet, SH, MH menerima putusan yang dibacakan majelis hakim
Sebenarnya tekanan demi tekanan terhadap keluarga terdakwa selama proses hukum berlangsung sangat banyak. Misalnya, ada pihak yang meminta kepada inspektorat Kuansing agar orang tua terdakwa dipecat selaku kepala desa.
Namun pihak inspektorat Kuansing tidak mau melakukannya karena pihak inspektorat menyadari tidak memiliki kewenangan memecat kepala desa. “ Itu permintaan keliru. Inspektorat tidak memiliki kewenangan memecat kepala desa,” kata Inspektur Andi Zulfitri kepada KuansingKita
Seperti diberitakan sejumlah media massa, kasus pembunuhan sadis yang merenggut nyawa, Arsyad Bin A Rachim , 41 tahun, warga Desa Kompe Berangin Kecamatan Cerenti, Kabupaten Kuantan Singingi terjadi Selasa 4 Juli 2023.
Korban ditemukan tergeletak tewas di kawasan Pematang Sialang, Cerenti sekitar pukul 17.30 WIB, dalam kondisi bersimbah darah. Korban pertama kali ditemukan Nasrian warga Desa Kompe Berangin.
Saat itu, Nasrian pulang dari kebun melewati jalan Pertanian Pematang Sialang. Saat ditemukan, korban tergeletak di tengah jalan dengan kondisi tubuh penuh luka bacokan.
Tak berselang lama, sekitar 49 jam setelah kejadian, polisi berhasil mengamankan Pebry Triandy, terduga pelaku pembunuhan. Pebry ditahan untuk menjalani proses hukum.
Akhirnya Senin 24 Maret 2024, majelis hakim di pengadilan negeri Telukkuantan menjatuhkan vonis 15 tahun penjara untuk terdakwa Pebry Triandy. Namun isteri korban tak puas. Ia ingin nyawa dibayar nyawa (said mustafa husin)
