TELUKKUANTAN (KuansingKita) – Luas lahan perkebunan kelapa sawit di Kuantan Singingi yang berada dalam kawasan hutan baik kawasan lindung, HPT, HPK dan lainnya tertinggi ditemukan di Kecamatan Hulu Kuantan, Kecamatan Logas Tanah Darat dan Kecamatan Pucuk Rantau.
Lahan yang dibangun di kawasan hutan yang statusnya ditetapkan dalam TGHK ini tidak seluruhnya milik korporasi. Sebagian lahan milik kelompok masyarakat, bahkan ada yang milik perorangan
Berdasarkan data yang dihimpun KuansingKita dari UPT Kesatuan Pemangku Hutan Kuantan Singingi beberapa waktu lalu untuk Kecamatan Hulu Kuantan ditemukan lahan perkebunan milik Ameroke di kawasan Desa Tanjung Medang atau kawasan HPT Batang Lipai Siabu.
Lahan perkebunan Ameroke dulu tercatat seluas 2500 hektar, namun sekarang diperkirakan luas lahan Ameroke sudah melebihi 3000 hektar. Lahan Ameroke ini belum memiliki koordinat polygon dan dokumen pendukung
Dalam lampiran SK Menhut Nomor 36 Tahun 2025 sebanyak 436 subjek hukum yang mengajukam permohonan keterlanjuran, sudah berproses di Kementrian Kehutanan. Namun dalam SK Menhut yang diterbitkan 6 Februari 2025 itu tidak ditemukan korporasi Ameroke
Selain itu di Hulu Kuantan juga ditemukan lahan milik kelompok Candra seluas 200 hektar, kelompok Anugerah 300 hektar, PT SBB seluas 300 hektar, semuanya tidak memiliki koordinat polygon serta tidak memiliki dokumen pendukung
Dari data yang dihimpun KuansingKita, di Hulu Kuantan hanya kelompk tani Sumpu Bersatu yang memiliki legalitas lahan. Kendati begitu, legalitas kelompok tani Sumpu Bersatu ini hanya berupa bukti bayar pajak
Di Kecamatan Logas Tanah Darat, ada lahan perkebunan kelapa sawit milik KUD Soko Jati seluas 3500 hektar. Lahan perkebunan KUD Soko Jati ini juga belum memiliki koordinat polygon serta dokumen pendukung
Selain itu, di Logas Tanah Darat, ada juga lahan milik PT TJS seluas 500 hektar. Lahan PT TJS ini juga belum memiliki koordinat polygon serta belum memiliki dokumen pendukung.
Kelompok Tani Masyarakat Bersatu juga membangun lahan di Logas Tanah Darat seluas 409 hektar. Lahan kelompok tani Masyarakat Bersatu ini memiliki dokumen pendukung seperti legalitas lahan. Kendati begitu, legalitas kelompok tani ini hanya berupa bukti setor pajak
Di Kecamatan Pucuk Rantau ada lahan masyarakat seluas 1000 hektar. Namun dari data UPT Kesatuan Pemangku Hutan Kuantan Singingi lahan ini tidak memiliki koordinat polygon dan dokumen pendukung.
Korporasi Melona di Pucuk Rantau juga membangun lahan seluas 530 hektar. Lahan Melona ini tidak memiliki koordinat polygon dan dokumen pendukung. Bahkan dalam lampuiran SK Menhut nomor 36 tahun 2025 juga tidak ditemukan lahan Melona
Selain itu di Pucuk Rantau juga ada lahan PT Palma seluas 300 hektar, PT SAK seluas 36 hektar, keduanya tidak memiliki koordinat polygon dan dokumen pendukung, namun tetap bisa beroperasi layaknya usaha perkebunan yang memiliki legalitas lahan seperti dokumen pendukung
Sebenarnya di luar data UPT Kesatuan Pemanngku Hutan Kuantan Singingi masih banyak lagi korporasi, kelompok masyarakat ataupun perorangan yang membangun lahan ilegal di kawasan hutan yang telah ditetapkan statusnya dalam TGHK
Herannya kenapa pemilik lahan illegal ini tidak mengajukan permohonan keterlanjuran ke Kementerian Kehutanan. Padahal Gubernur Riau melalui surat nomor 525/DLHK/2697 tertanggal 11 Oktober 2021 lalu sudah mengintruksikan bupati/wali kota melakukan pendataan kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan
Surat Gubernur Riau dengan prihal pendataan kebun kelapa sawit di kawasan hutan ini sehubungan dengan surat Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan nomor 8.278/KUH/PPFKH/PLA.2/9/2021
Surat Direktur PPKH ini diterbitkan untuk mendorong pemilik kebun agar mengajukan permohonan penyelesaian ke Kementrian Kehutanan. Penyelesaian ini untuk memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha bagi pemilik kebun yang lahannya di dalam kawasan hutan
Kini SK Menhut Nomor 36 Tahun 2025 sudah terbit. Dalam lampirannya sebanyak 436 subjek hukum yang mengajukan permohonan sudah berproses sekalipun sebagian diantaranya ditolak. Pertanyaannya kenapa pemilik lahan illegal ini tidak mengajukan permohonan atau memang permohonannya ditolak
Kalau permohonannya ditolak tentu lahan itu tetap berstatus lahan illegal. Kira-kira apa tindakan aparat pengeak hukum menyikapi kondisi ini. Apakah akan dibiarkan atau akan ditndak sesuai peraturan perundang-undangan. “ Kita tunggu saja tindakan aparat pengak hukum,” celetuk seorang aktivis di Telukkuantan, Rabu (19/2/2025) tadi. (smh)
FOTO ILUSTRASI
