Carut Marut Pembangunan Pariwisata, Ayo Pak Sekda….Buktikan Bisamu untuk Negeri Kita Kuansing

SALAM REDAKSI – Ada satu kata yang kita usung hari ini yakni “BINGAL”. Secara etimologi kata ini berasal dari bahasa Kuansing tepatnya bahasa Telukkuantan. Secara terminologi kata ini sangat tepat dipadankan kepada orang yang sudah “diingatkan” tapi tidak peduli sama sekali dan tetap saja dilakukan.
Kata BINGAL ini mungkin yang lebih pantas dipersandingkan dengan sikap Pemkab Kuansing dalam membangun pariwisata. Bagaimana tidak, meski sudah diingatkan oleh Kementrian Pariwisata RI tapi Pemkab Kuansing tetap saja tidak peduli.
Seperti dirilis Humas Kuansing, ketika Bupati Mursini ekspose potensi wisata Kuansing ke Kementrian Pariwisata sekitar sebulan lalu, pihak Kementrian Pariwisata mengingatkan agar dalam membangun objek wisata hal yang paling  utama dilakukan pemerintah daerah adalah “penguasan asset”.
Nah, pesan inilah yang diabaikan. Buktinya Pemkab Kuansing sampai saat ini belum melakukan penguasaan asset terhadap objek wisata air terjun Batang Koban di Hulu Kuantan. Nyatanya,  untuk tahun anggaran 2019 ini Pemkab tetap saja mengalokasikan dana Rp 3,6 miliar untuk pembangunan sarana pariwisata di sana.
Dana Rp 3,6 miliar itu dialokasikan untuk pembangunan Fasilitas Dermaga Objek Wisata Air Terjun Tujuh Tingkat Batang Koban dengan HPS sebesar Rp 1,9 miliar dan Pembangunan Turap Penahan Tebing Sungai Kuantan dan Dermaga Objek Wisata Air Terjun Tujuh Tingkat Batang Koban dengan HPS sebesar Rp 1,7 miliar.
Sebenarnya, ada pesan yang panjang dibalik kalimat singkat pihak Kementrian Pariwisata RI. Penguasan asset itu dimaksudkan agar pembangunan pemerintah berjalan lancar dan tidak terjadi silang sengketa dengan pemilik lahan. Kalau sengketa terjadi tentu pembangunan yang menelan dana miliaran rupiah akan sia-sia.
Tahun 2018 lalu, pernah terjadi silang sengketa di lokasi yang sama. Pemilik lahan merasa disepelekan karena membangun diatas lahannya tanpa berkoordinasi sama sekali, lalu pembangunan diminta dihentikan. Tidak tau pasti sampai dimana sekarang sengekta itu. Seharusnya peristiwa itu dijadikan pelajaran berharga.
Dulu Pemkab Kuansing juga menggelontorkan dana miliaran rupiah di lokasi objek wisata air terjun Guruh Gemurai. Ketika pengunjung mulai ramai, Pemkab bersengketa lagi dengan pemilik lahan. Pemilik lahan melakukan pungutan di areal objek wisata, seprti pungutan parkir dan lainnya. Meski dilarang, pemilik lahan tetap saja melakukannya, akhirnya Pemkab mengalah.
Sejak itu, objek wisata air terjun Guruh Gemurai dilepaskan tanpa pengelolaan langsung dari Pemkab Kuansing seperti sebelumnya. Itulah makanya berbagai sarana di lokasi air terjun Guruh Gemurai dulu sempat dibiarkan lapuk dan tak terurus. Kamar ganti dibiarkan reot, tangga dibiarkan berlobang dan berkarat. Dana pembangunan seperti terbuang sia-sia.
Sampai saat ini, entah sudah berapa dana Kuansing digelontorkan untuk pembangunan sarana di lokasi objek wisata alam. Kalau dulu, oke-oke sajalah karena belum diingatkan Kementrian Pariwisata. Tapi kini kan sudah diingatkan bahwa hal utama yang diperhatikan pemerintah daerah dalam membangun objek wisata adalah “ penguasaan asset”. Penguasaan aset bukan harus dibeli, bisa saja dikontrak puluhan tahun atau dengan cara lain.
Bicara pariwisata, kami jadi ingat pertemuan pertama dengan Sekda Dianto Mampanini. Saat itu, beliau belum menjadi Sekda Kuansing. Didepan sejumlah wartawan PWI yang akan kembali ke Kuansing dari HPN Provinsi Riau tahun 2018 lalu, Sekda Dianto bicara tentang pembangunan pariwisata. Terdengarnya sangat enak, enaaaak sekali. Tapi kok jadi begini…ayo Pak Sekda…..buktikan bisamu untuk negeri kita Kuansing. (Said Mustafa Husin)
Foto : Air Terjun Tujuh Tingkat Batang Koban (Istimewa)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...