Penulis Said Mustafa Husin (Pemred KuansingKita)
“ Pemkab Kuansing dinyatakan di semua jenjang peradilan umum sebagai pihak yang kalah berperkara dalam kasus pengadaan peralatan medis Covid 19. Untuk itu, Pemkab Kuansing diwajibkan membayar Rp 15,287 miliar lebih. Untuk menolak ini, apa langkah hukum yang harus ditempuh Pemkab Kuansing”
Beberapa waktu lalu Pengadilan Negeri Telukkuantan telah membacakan aanmaning di Kantor Bupati Kuantan Singingi. Aanmaning adalah teguran terhadap pihak yang kalah berperkara agar melakaksanakan secara suka rela putusan hukum yang sudah inchracht.
Aanmaning disampaikan Pengadilan Negeri Telukkuantan sebagai tindaklanjut permintaan eksekusi dari pihak yang menang berperkara yakni PT Bismacindo Perkasa. Jika Pemkab Kuansing abai dengan aanmaning ini, pengadilan bisa melakukan eksekusi paksa.
Menanggapi aanmaning yang disampaikan Pengadilan Negeri Telukkuantan, Bupati Kuantan Singingi Suhardiman Amby berkomentar di sejumlah media online. Beliau terkesan sangat menolak putusan hukum yang sudah inchract dengan berbagai argumentasi
Kata Bupati Suhardiman, hutang Pemkab Kuansing atas pengadaan alat rapid tes Covid 19 kepada PT Bismacindo Perkasa sebagai hutang “bodong”. Alasannya, kegiatan itu tidak pernah tercantum dalam dokumen perencanaan dan penganggaran daerah.
Sebenarnya apapun argumentasi penolakan yang disampaikan Bupati Suhardiman Amby di sejumlah media online tentu saja tidak akan merubah putusan hukum. Pasalnya putusan ini sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau sudah inchracht
Lantas apa langkah hukum yang harus dilakukan Pemkab Kuansing. Untuk ini Pemkab Kuansing melalui pihak ketiga bisa melakukan derden verzet atau perlawanan hukum. Pihak ketiga adalah pihak yang merasa dirugikan oleh putusan hukum dalam kasus ini
Lantaran putusan hukum kasus ini akan membebani pemerintah daerah dengan hutang sebesar Rp15.287 miliar, sehingga rakyat Kuansing bisa sebagai pihak yang akan dirugikan dalam putusan ini. Pasalnya putusan ini akan memangkas hak rakyat atas pembangunan
Untuk melakukan perlawanan hukum, sejumlah rakyat Kuansing yang berprediket sebagai praktisi hukum bisa mengajukan perlawanan class action. Jika pihak yang mengajukan perlawanan dinilai pengadilan memiliki legal standing maka upaya perlawan bisa ditindaklanjuti
Memang, peraturan perundang-undangan tidak secara eksplisit memberikan definisi mengenai derden verzet atau perlawanan pihak ketiga. Namun, ketentuan yang mengatur tentang derden verzet terdapat pada pasal-pasal yang diatur dalam HIR, RV, RBG dan KUHPerdata
Misalnya Pasal 195 ayat (6) HIR (Herzien Inlandsch Reglement), Pasal 206 ayat (6) RBG (Rechtreglement voor de Buitengewesten), PasaL 378, Pasal 379, Pasal 380 RV (Reglement op de Rechtsvordering). Namun demikian ada syarat untuk mengajukan perlawanan
Untuk bisa mendapatkan keabsahan atau legal standing dalam upaya perlawanan, syaratnya diatur dalam dalam Pasal 1917 KUHPerdata seperti pihak yang merasa dirugikan oleh putusan pengadilan dalam hal ini putusan kasus Covid 19 Kuansing
Dalam mengajukan perlawanan seperti Pasal 1917 KUHPerdata, perihal yang dituntut harus sama, tuntutan didasarkan pada alasan yang sama dan harus diajukan oleh pihak yang sama terhadap pihak-pihak yang sama dalam hubungan yang sama.
Untuk derden verzet ini hakim bisa menunda pelaksanaan putusan. Hakim berhak melaksanakan atau menunda pelaksanaan putusan berdasarkan Pasal 54 R.V (Reglement op de Rechtsvordering). Ini diperkuat SEMA Nomor 3 Tahun 2000 tentang putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad) dan putusan provisionil.
Masa akhir derden verzet, tidak memiliki batasan waktu yang pasti. Secara umum, derden verzet dapat diajukan selama putusan pengadilan belum dieksekusi. Namun ada ahli hukum yang menafsirkan selambatnya 8 hari setelah eksekusi
Karena itu, Bupati Suhardiman Amby harus menempuh langkah hukum derden verzet untuk melakukan perlawanan. Jika perlawanan itu hanya disampaikan di media online itu jelas tidak akan merubah putusan hukum yang sudah inchract.*****
FOTO Ilustrasi
