TELUKKUANTAN (KuansingKita) – Djoko Tjandra, buronan kasus hak tagih atau cessie Bank Bali yang merugikan negara hingga Rp 940 miliar, benar-benar telah menampar kewibawaan lembaga negara Indonesia dan mencoreng penegakan hukum negeri ini.
Bagaimana tidak, seperti dirilis Kompas, Djoko Tjandra dinyatakan buron sejak 2009. Kemudian diketahui, ia memiliki kewarganegaraan Papua Nugini sejak 2012. Di tengah pandemi Corona, di awal Juni lalu, buronan itu melenggang santai masuk ke Indonesia.
Bayangkan, Djoko Tjandra dengan bebas bisa mendatangi rumahnya di Jakarta, bahkan dengan bebas mengurus KTP elektronik di Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Hebatnya, KTP elektronik Djoko Tjandra selesai tak sampai dua jam.
Setelah itu, pengusha yang dikenal sebagai Bos Grup Mulia ini bergegas ke Kantor Pelayanan Satu Atap Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia ditemani penasihat hukumnya dari Anita Kolopaking and Partners untuk mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK) kasusnya.
Mengutip laporan investigasi detik.com, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengakui kecolongan. Dia merasa geram ketika mendengar Djoko Tjandra telah mondar-mandir di Indonesia selama tiga bulan ini.
Tambah lagi, Burhanudin pernah mendengar Djoko Tjandra bisa ditemui di mana-mana, di Malaysia, di Singapura. Padahal pemerintah sudah minta ke sana-sini tapi tidak ada yang bisa menangkapnya.
“ Dan informasi yang menyakitkan saya adalah katanya tiga bulanan dia ada di sini (Indonesia),” ucap Burhanuddin dalam rapat kerja dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, akhir Juni 2020 lalu.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md memerintahkan agar Djoko Tjandra segera ditangkap. Hingga kini Djoko Tjandra tercatat sebagai buron atau masuk daftar pencarian orang (DPO). Karena itu, tidak ada alasan untuk tak ditangkap, baik di dalam maupun luar negeri.
Penangkapan kata Mahfud bisa dilakukan saat Djoko Tjandra mengahdiri pengadilan PK. Sebab menurut undang-undang, orang yang minta PK itu harus hadir di pengadilan. Kalau tidak hadir, PK tidak bisa disidangkan.
“ Begitu (dia) hadir di pengadilan, saya minta polisi dan Kejagung menangkapnya dan segera dijebloskan ke penjara sesuai keputusan pengadilan yang telah in kracht baginya,” kata Mahfud, Kamis, 2 Juli 2020.
Sayangnya, dalam sidang kedua PK yang digelar oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin, 6 Juli 2020, Djoko Tjandra kembali tak menampakkan batang hidungnya. Pengacaranya, Andi Putra Kusuma, bilang kliennya tengah sakit dan dirawat di klinik di Kuala Lumpur, Malaysia.
Andi pun menyodorkan surat keterangan yang diteken dokter Steven pada 30 Juni 2020 kepada ketua majelis hakim Nazar Effriandi. Dalam surat itu, Djoko Tjandra disebutkan tengah menjalani masa perawatan selama delapan hari terhitung dari 1 Juli hingga 8 Juli 2020. Penangkapan pun gagal.(smh)