TELUKKUANTAN (KuansingKita) – Panitia Konferensi Luar Biasa (KLB) PWI Riau atau Konferensi Provinsi XVI PWI Riau telah menutup pendaftaran calon Ketua PWI Riau periode 2023-2028 pada 5 Desember 2023 lalu.
Sampai batas akhir waktu pendaftaran hanya satu calon yang mendaftar yakni Raja Isyam Azwar. Sehingga bisa dipastikan dalam KLB 11 Desember nanti, Raja Isyam akan terpilih secara aklamasi sebagai Ketua PWI Riau periode 2023 – 2028
Lantas bagaimana sosok calon Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Riau periode 2023 – 2028, Raja Isyam Azwar, di mata kolumnis, budayawan dan guru besar Universitas Riau, Prof Yusmar Yusuf
Dari keterangan tertulis yang dilansir PWI Riau, budayawan Yusmar Yusuf menilai Raja Isyam memiliki endapan “pembacaan” atas samudera semesta jurnalisme. Isyam juga punya sejarah kepemimpinan di media cetak dan elektronik.
“Lincah berinteraksi secara berkaidah. Itulah modal agung yang dipunyai Raja Isyam Azwar yang anti kemapanan. Lewat terobosan-terobosan genial, dia beradu dengan segala gelombang zaman,” ujar Yusmar.
Sejak awal reformasi, kata Yusmar, dalam silat gayung Isyam menakhodai media khusus politik yakni WataN.
WataN, ketika itu, adalah media jangkauan menengah. Selain WataN, lanjut Yusmar, Isyam juga pemimpin media berwawasan kebudayaan yang kuat dulu yakni Riau Pos. Kini menerajui media yang mendekati matisuri, Genta, dan menyala kembali di tangan Isyam.
Isyam telah menempuh berbagai lautan gelombang dunia media. Di awal masa Reformasi dengan menakhodai WataN. Pada masa puncak jaya media cetak dengan menerajui Riau Pos. Lalu kini di era senja media cetak menjadi pemimpin Genta.
Yusmar menjuluki Isyam sebagai The Golden Boy, yang gaul, hangat, dan gentle. “Itulah modal yang dirindui oleh sosok pengurus partai politik atau calon anggota legislatif. Tapi, Isyam tak tergoda menuangkan diri dan menyepuh dirinya di ruang politik praktis yang pro-baliho itu,” tutur Yusmar.
Latar belakang kesarjanaan yang bersilang dengan profesi kewartawanan, lanjut Yusmar, menunjukkan bahwa Isyam memang sosok yang peduli akan kehadiran garis demarkasi produktif urban-rural: ngopi-ngopi ganteng dan pekebun sepi di ruang pastoral pedesaan.
“Pandanglah ke masa depan, dan jangan gamang menyentuh titik terendah. Regarde toujours devant, n’aie pas peur de toucher le fond. Mungkin inilah wawasan Isyam tentang kehidupan dan jurnalisme sebagai benderang semesta itu,” ungkap Yusmar.(smh)