Ketika Limbago Sati Kopah Mengalahkan “Sang Jenderal” Medsos Dihujani Kalimat “Satire”

SALAM REDAKSI – Kenapa ketika jalur Limbago Sati Kopah mengalahkan jalur Siposan Rimbo atau “Sang Jenderal”, media sosial seperti facebook langsung dihujani kalimat “satire” berupa ejekan. Inilah yang coba diulas KuansingKita dalam editorial kali ini.
Kesuksesan jalur Limbago Sati Kopah merajai pacu jalur Rayon II di gelanggang Tepian Rajo Pangean Sabtu (20/7/2019) sebenarnya tidaklah terlalu mengejutkan. Pasalnya jalur ini secara pisik memang sangat bagus dan simetris, selain itu pemacu jalur Limbago tampak sekali punya kekuatan dan daya tahan karena terlatih.
Hal yang hangat diperbincangkan di ruang publik adalah perjalanan Limbago Sati menuju posisi puncak. Jalur yang baru direnovasi di Rengat, Inhu itu berhasil menaklukkan Siposan Rimbo. Sementara Siposan Rimbo sebelumnya dijuluki “Sang Jenderal”. Itulah yang membuat ruang publik menjadi memanas.
Sangat bisa dirasakan, julukan yang dilekatkan kepada Siposan Rimbo ini, telah membuat kekalahan jalur Pauh Angik ini menjadi berlipat ganda. Setelah kalah di air, status dan komentar di media facebook menghujani Siposan Rimbo dengan kalimat “satire”.
Banyak sekali status dan komentar di media facebook diwarnai ejekan kepada Siposan Rimbo. Ada yang  menulis “ Sang Jenderal” sudah turun pangkat dan ada juga yang menulis “Inalillahi”. Status dan komentar “satire” itu semuanya bertujuan untuk mendeskripsikan jatuhnya kelas Siposan Rimbo.
 Di sebuah grup facebook, banyak sekali ditemukan pertengkaran dengan kalimat tajam dan vulgar antara pendukung Siposan Rimbo dan warga net yang melontarkan ejekan. Bahkan tidak jarang komentar vulgar itu berisi ajakan-ajakan perkelahian seraya menuliskan kalimat emosional.
Tidak jelas dari mana asal-usul julukan “Sang Jenderal” yang dilekatkan kepada Siposan Rimbo. Tapi sulit terbantah bahwa julukan itu memang sudah viral sebelum Siposan Rimbo ditaklukkan Limbago Sati. Julukan “Sang Jenderal” itu mungkin saja berupa kalimat “majas” untuk jalur yang levelnya sudah jauh di atas.
Namun perlu diingat, kendati Siposan Rimbo dikalahkan Limbago Sati di Tepian Rajo, serta dihujani ejekan dalam kalimat-kalimat satire, tapi sampai hari ini bisa dipastikan seluruh jalur di Kuansing dan Inhu tetap akan menghindar untuk bertemu Siposan Rimbo di gelanggang manapun juga.
Bahkan Limbago sendiri diyakini juga akan berupaya menghindari Siposan Rimbo di babak awal. Ini mengindikasikan bahwa jalur yang sudah berulangkali menggondol gelar juara ini masih diyakini sebagai jalur yang paling tangguh. Dari 11 tahun usianya Siposan Rimbo sudah 21 kali menggondol gelar juara.

Di gelanggang Tepian Nerosa nanti, Siposan Rimbo masih tetap akan menjadi momok bagi lawan-lawannya. Kenapa ?, Seperti Limbago juga, jalur Siposan Rimbo ini secara pisik sangat bagus dan pemacunya juga memliki power dan daya tahan karena terlatih.
Sehingga tidak heran, kalau tahun 2019 ini, Siposan Rimbo berhasil kembali merebut gelar juara di gelanggang Tepian Nerosa. Apalagi kalau menyimak hasil pacu Siposan Rimbo melawan Limbago Sati, kekuatan kedua jalur sangat berimbang.
Seperti analisa KuansingKita sebelum pacu Siposan melawan Limbago dimulai, kedua jalur ini memiliki kans atau peluang menang samasama 50 persen atau fifty-fifty. Artinya siapa saja yang silap sedikit, akan tertinggal. Karena itu, Limbago sendiri tidak bisa memandang sepele Siposan Rimbo jika bertemu lagi.
Kendati Limbago sempat unggul dalam duel di Tepian Rajo, namun perlu digaris bawahi bahwa kemenangan yang diraih Limbago benar-benar melalui perjuangan yang berat. Pemacu Limbago terpaksa “berhabis tenaga” untuk menjangkau pancang finish.
Artinya Siposan bukanlah jalur yang mudah dikalahkan. Karena itu, Limbago masih perlu membuat persiapan lagi untuk bertarung di gelanggang Tepian Nerosa. Limbago Sati tidak boleh hanyut dalam euphoria kemenangan. Limbago Sati harus terus berlatih dan berlatih.
Sedangkan untuk Siposan Rimbo perlu dilakukan introspeksi. Pasalnya jalur yang menjadi juara tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan pemacu dan jalur di air, tapi kerukunan desa ataupun panitia sangat besar pengaruhnya terhadap hasil pacu apalagi untuk merebut gelar juara.
Bisa jadi kekalahan Siposan disebabkan adanya kerukunan yang terusik di lingkungan desa, ada selisih yang tak terselesaikan di lingkungan panitia jalur. Ini akan sangat berdampak terhadap hasil pacu jalur. Dan ini pula bedanya pacu jalur dengan lomba perahu naga.
Tidak ada jalur yang bisa menjadi juara kalau masalah di kampung masih kusut masai atau panitia jalur terlibat silang sengketa. Jalur yang bisa menjadi juara adalah jalur yang berasal dari desa yang rukun, masyarakatnya seiya sekata. Itulah keunikan pacu jalur.***

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...